BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ujian Nasional adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas di Indonesia dengan berpedoman pada Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003. Pada pasal 57 (ayat 1) dijelaskan bahwa evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut, pada pasal 58 (ayat 2) dinyatakan bahwa evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
Setiap kebijakan yang diputuskan tentu tak lepas dari dampak atau akibat dari pelaksanaan kebijakan tersebut, baik berdampak positif maupun berdampak negatif. Begitu juga halnya dengan Ujian Nasional, setiap penyelenggaraannya tak lepas dari berbagai kasus yang bermunculan di sana sini. Kasus-kasus tersebut ada yang menyedihkan, ada pula yang menggelikan.
1.2 Rumusan Masalah
Melihat dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam tulisan ini dapat dibatasi dan tersusun sebagai berikut:
Masih perlukah ujian nasional?
BAB II
PEMBAHASAN
Meski ujian pada akhir satuan pendidikan secara nasional merupakan kegiatan rutin, UAN (ujian akhir nasional) pada tahun 2004 menuai kritikan tajam dari berbagai kalangan. Kontroversi tentang UAN diawali oleh munculnya penolakan sekelompok masyarakat terhadap kebijakan kenaikan batas kelulusan dari 3,01 pada tahun 2003 menjadi 4,01 pada tahun 2004. Pada tahun 2006/2007 kebijakan tersebut menjadi naik menjadi 4.51 dan pada tahun ajaran 2007/2008 manjadi 5.00 dengan 6 mata pelajaran yang harus di UN-kan.
Masyarakat berpendapat bahwa UAN bertentangan dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 58 ayat 1 dan pasal 59 ayat 1). Sebagian berpendapat bahwa UAN berdampak negatif terhadap pembelajaran di sekolah, menghamburkan biaya, dan hanya mengukur aspek kognitif. Argumentasi lain adalah kondisi mutu sekolah yang sangat beragam sehingga tidak adil jika harus diukur dengan menggunakan ukuran (standar) yang sama.
Salah satu isu yang mendapat perhatian banyak pihak adalah kekhawatiran tentang kemungkinan banyaknya siswa yang tidak lulus (tidak dapat mencapai batas minimal 4,51). Berbagai survei pra-UAN dilakukan di sejumlah daerah yang menunjukkan proporsi siswa yang tidak lulus, cukup besar. Kekhawatiran itu tidak terbukti karena setelah hasil UAN diumumkan ternyata proporsi siswa yang tidak lulus, relatif kecil. Namun kebijakan konversi nilai UAN ini menuai kritikan. Salah satunya, tabel konversi nilai UAN dianggap sebagai upaya subsidi silang, menolong siswa yang kurang pandai dengan merugikan siswa yang pandai. Pendapat yang mendukung agar UAN tetap dipertahankan antara lain didasarkan kepada argumentasi tentang pentingnya UAN sebagai pengendali mutu pendidikan secara nasional dan pendorong bagi pendidik, peserta didik, dan penyelenggara pendidikan untuk bekerja lebih keras guna meningkatkan mutu pendidikan (prestasi belajar).
Ujian sekolah itu mutlak diperlukan karena bisa mendorong para siswa belajar lebih serius dan juga berguna untuk mengukur keberhasilan proses belajar. Apakah ujian nasional sebagai satu-satunya penentu kelulusan siswa ataukah digabung dengan ujian akhir sekolah, sah-sah saja diperdebatkan. Dan wacana kebijakan pemerintah dalam menambah mata pelajaran dalam UAN menjadi 6 mata pelajaran pun sah – sah saja di perdebatkan, asal pemerintah mengimbangi kebijakan tersebut dengan melengkapi sarana maupun prasarana di seluruh sekolah secara merata.
Namun selain terjadi kontroversi, UN juga menimbulkan berbagai kasus misalnya terjadi pembocoran soal yang dilakukan oleh berbagai oknum, termasuk oknum sekolah. Demi meluluskan peserta didik, beberapa sekolah sempat melakukan kecurangan-kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional tersebut. Jadilah UN yang semula menciptakan pendidikan Indonesia yang berkualitas “berubah” menjadi ajang pembelajaran kecurangan. Para siswa tahu gurunya sedang bercurang-ria. Para siswa sadar bahwa kelulusannya saat itu bukan merupakan hasil usaha mereka. Tapi mereka tak ambil pusing, karena sudah belajar dan terbiasa hidup dalam kecurangan. Kalau ini berlanjut, bukan tak mungkin moralitas generasi penerus bangsa akan berubah menjadi generasi pengecut dan penipu.!
Selain itu ada pula kasus yang menggelikan dunia pendidikan. Bagaimana tidak geli, ujian yang seharusnya disikapi dengan proporsional ternyata disikapi dengan berlebihan oleh sebagai lembaga pendidikan. Seakan ujian nasional merupakan bencana alam dahsyat sehingga harus meminta pertolongan Tuhan dengan ber-istighasah ria semalam suntuk! Entah karena putus asa, atau hanya ‘gaya-gaya’-an sehingga Tuhan pun mesti dilibatkan dalam Ujian Nasional tersebut ‘secara berlebihan’.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ujian Nasional sering dimanfaatkan untuk kepentingan diluar pendidikan, seperti kepentingan politik dari para pemegang kebijakan pendidikan atau kepentingan ekonomi bagi segelintir orang. Oleh karena itu, tidak heran dalam pelaksanaannya banyak ditemukan kejanggalan-kejanggalan, seperti kasus kebocoran soal, nyontek yang sistemik dan disengaja, merekayasa hasil pekerjaan siswa dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya
Dengan adanya ujian nasional, sekolah dan guru akan dipacu untuk dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya agar para siswa dapat mengikuti ujian dan memperoleh hasil ujian yang sebaik-baiknya. Demikian juga siswa didorong untuk belajar secara sungguh-sungguh agar dia bisa lulus dengan hasil yang sebaik-baiknya.Sementara, di pihak lain juga tidak sedikit yang merasa tidak setuju karena menganggap bahwa Ujian Nasional sebagai sesuatu yang sangat kontradiktif dan kontraproduktif dengan semangat reformasi pembelajaran yang sedang kita kembangkan.
Oleh sebab itu perlu adanya perubahan kebijakan – kebijakan yang matang yang menyangkut banyak faktor mengenai UN agar kontroversi dan kasus-kasus saat pelaksanaan UN dapat diminimalisir.
Sumber: dari berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar